Download: Fast, Fun, Awesome

18/06/12

Sekilas Tentang Keragaman Budaya Nias

Berkenaan dengan keberadaan tinggalan megalitik di Pulau Nias, secara umum dlbedakan atas dua karakter budaya yaitu yang sering disebut dengan Budaya Nias Utara dan Budaya Nias Selatan. Keduanya tampak jelas pada penggambaran patung patungmegalitik dan juga mmah adatnya.


Karakter patung Nias Selatan (secara umum meliputi wilayah Kabupaten Nias Selatan) penggambarannya lebih naturalis dengan berbagai posisi. Rumah Adat-nya memiliki bentuk persegi, tidak membulat seperti halnya Rumah Adat di Nias Utara. Berdasari<an bentuk dan pola hias tinggalan megalitik yang terdapat di Kabupaten Nias Selatan, orang sering mengkaitkannya dengan tinggalan Megalitik Muda yang
berkembang di Indonesia yaitu sekitar awalawal masehi.

Dalam kesempatan tertentu kita juga melihat bahwa kekayaan itu terbagi ke dalam tiga pola kebudayaan menurut pembagian wilayah dan adat-istiadat penduduknya. Ini berkenaan dengan keberadaan pola kebudayaan Nias Utara, Nias Tengah, dan Nias Selatan. Masing-masing memiliki kekhususan, namun satu hal yang cukup menarik bahwa mengacu pada bentuk mmah adat yang menjadi ciri dari keberadaannya, kita justm hanya mengenal adanya dua gaya dan bukan tiga. Di Nias kita hanya akan menjumpai rumah adat dengan gaya Nias Utara dan rumah adat dengan gaya Nias Selatan. 

Suatu kelaziman bahwa pertapakan bangunan-bangunan berbahan kayu itu menempati bagian permukaan tanah yang tinggi, dan itu artinya di atas bukit dengan arah hadap ke timur. Keistimewaannya, konstmks! bangunannya tidak menggunakan paku. Jepit dan pasak mempakan penguat sekaligus pengunci konstruksionalnya. Gaya bangunan rumah adat Nias Utara berbentuk bulat. Ketinggian lantai bangunan rumah panggung ini sedang-sedang saja, lebih rendah dibandingkan dengan yang bergaya Selatan. Adapun bangunan rumah adat Nias Selatan memiliki karakteristik persegi dengan atap yang menjorok ke atas. Bangunan-bangunan tua in! sekarang hanya dapat dijumpa! di beberapa tempat saja. Di wilayah Kecamatan Telukdalam, Kabupaten Nias Selatan terdapat di Desa Bawômataluo dan Desa Hilisimaetano.Bangunan-bangunan rumah adat itu bermaterial utama kayu. Bila pada masa lalu kayu-kayu berukuran besar cukup mudah diperoleh,  mengingat kawasan hutan yang relatif luas maka saat ini kendala bagi pembangunan atau pemugaran bangunan itu berkenaan dengan sediaan material kayu yang semakin sulit diperoleh. 

Hutan dengan kandungan jenis kayu tertentu yang secara tradisional (sekaligus berkaitan dengan kebutuhan teknis) dipilih untuk komponen bangunan semakin menipis, kalau tidak dapat disebut mempakan hal langka. Jejak megalitik Nias cukup banyak. Di berbagai pelosok Nias ditemui  peninggalanpenlnggalan lama, yang sebagian tidak terawat. Batu alam yang berukuran besar disusun dan dibuat menjadi berbagai bentuk karya budaya bertradisi megalitik. Gowe misalnya, adalah peninggalan yang memiliki latar belakang historis yang sangat ritual. Hal itu berupa dua batu berukuran besar yang masing-masing berbentuk lonjong (yang merupakan lambang laki-lak!) dan bulat ceper (yang melambangkan perempuan). Material yang digunakan dibawa dari sungai yang berada cukup jauh dari tempat upacara dilakukan. 

Ratusan orang teriibat dalam pengangkutannya, dan tukang pahat berbakat mengeriakannya dengan serius. Gowe didirikan sebagai peringatan bagi penduduk erf (suatu wilayah kekuasaan pada zaman dahulu yang merupakan gabungan dari beberapa desa dan kampung). Objek ini menjadi bukti bahwa leluhurnya pernah mengadakan owase, sebuah pesta adat besarbesaran dengan jumlah hewan sembelihan yang cukup banyak. Aktivitas itu bertujuan menaikkan derajat sosial sekaligus membuktikan bahwa keluarga penyelenggara upacara tersebut memang memiliki kekuatan sosial yang tinggi (Zaluchu,1993). 

Dalam kaitannya dengan upaya pengamanan kampung dari sertjuan musuh, di Nias dahulu kerap terjadi perang antar penduduk, setiap kampung harus selalu memiliki persiapan untuk menant! dan melawan musuh yang datang menyerang. Tidak mengherankan bila saat ini tarian perang (maena baluse) menjadi cukup terkenal sebagai saiah satu bentuk seni tari orang Nias Selatan. Dalam tarian mempesona yang dimainkan puluhan orang itu bert)aga! peralatan perang ikut mewamai kerayaannya. Baluse adalah sejenis perisai dari kayu yang dibuat agak panjang. Toho adalah tombak yang ujungnya dibuat berkait, belewa atau parang yang cukup panjang dan tajam dan bagian pegangannya dimanterai. Kalabubu adalah sejenis kalung tertDuat dari tempumng kelapa. 

Walaupun sekilas mengesankan sebagai hiasan, dan memang juga dapat diartikan bertungs! sekaligus sebagai hiasan yang menggambarkan kejantanan, kalabubu sebetulnya justru digunakan sebagai pelindung leher pemakainya dari tebasan senjata tajam musuh. Untuk yang satu ini kita dapat membandingkannya dengan baju zirah, yakni baju besi atau baju rantai yang dikenakan pada waktu berperang zaman dahulu (di Eropa).

Bericenaan dengan hal tersebut, lompat batu (hombo batu) menjadi kehamsan bagi setiap laki-lak! sebuah kampung. Tujuan para pemuda melompat! batu yang disusun bertingkat, setingg! antara 2-2,5 meter, adalah membina keterampilan angkatan perang (dalam perang suku) sewaktu melewati rintangan yang dibuat musuh. Ini berkenaan dengan kemampuan para prajurit dalam menerobos pagar-benleng, baik dalam penyerangan maupun dalam upaya melarikan diri dari kepungan.Lompat batu yang begitu terkenal ada di Desa Bawômataluo, Kecamatan Teluk Dalam.

Sumber : Buku Tradisi Megalitik di Pulau Nias

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Admin Blog Mado HAREFA Tidak selalu Online untuk memantau Komentar yang Masuk, Jadi tolong berikan Komentar Anda dengan Pantas dan Layak dikonsumsi oleh Publik. No SARA, SPAM dan Sejenisnya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...